MATA API DAN AIR MATA DARAH


Oleh : F. Chaidir Qurrota A'yun


Sejak remaja,
Aku terbiasa makan api.
Racikan marah dan dendam.
Api itu kian membiru,
Bersarang dalam dadaku.
Menjadi manusia curiga.
Bagaimana tidak,
Aku melihat kerakusan dalam kehidupan,
Tentang lahan-lahan yang dimakan kaum hartawan,
Tentang ayahku yang di PHK oleh perusahaan,
Tentang sulitnya mencari penghidupan,
Di kotaku, aku merasa terasingkan.
jutaan kali telinga mendengar lagu balada,
Yang berkisah tentang kehidupan nyata.
Cita-cita disini,
bukanlah modal menuju kebahahiaan.
Kita harus kuat dengan hinaan dan gunjingan.
Kalau perlu, kita menjauhi kejujuran,
biarkan kebohongan berkobaran.
Pendidikan,
Adalah timang-timang rasa sambal,
Untuk menunda jalan terjal.
Menunda kepedihan dan kesulitan.
Dalah hidup yang dihimpit persaingan.
Persis seperti gang-gang rumah warga,
Yang ada di ibukota.
Hidup disini seperti dikata kaum darwin,
Sedangkan kebertahanan dan penyesuaian,
Berarti mengingkari kepolosan.
panasnya keadaan,
Membuat mata panas membara.
Yang airmatanya darah.

Bekasi, 18 November 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hymne STAI HAS

Berkah Sowan ke Kyai

STAIHAS Selenggarakan Workshop LITERASI bersama AMPLI